Total Tayangan Halaman

Selasa, 31 Januari 2012

ANJURAN UNTUK MENANAM.......

Dalam anjuran ini, ada beberapa hadits yang mendukung, namun akan saya sebutkan beberapa diantaranya.

Pertama: Dari Anas RA. bahwa Nabi SAW bersabda:

٧. اَ ْلاَوَّلُ : هَنْ اَنَسٍ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ ,, مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرُسُ غَرْسًا اَؤيَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرُ اَؤاِنْسَانٌ اَؤبَهِيْةٌ اِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةُ

”Seorang mulim yang menanam atau menabur benih, lalu ada sebagian yang dimakan oleh burung atau manusia, ataupun oleh binatang, niscaya semua itu akan menjadi sedekah baginya.“

          Hadits itu diriwayatkan oleh Imam Bukhari (2/67, cet. Eropa), Imam Muslim (5/28) dan Imam Ahmad (3/147).

Kedua: Dari Jabir RA. secara marfu’ :

٨. اَلشَّانِى عَنْ جَابِرٍ مَرْفُؤعًا مَامِنْ مُسْلِمِ يَغْرُسُ غَرْسًااِلاَّمَااُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَاسُرِقْ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ , وَمَااَكَلَتِ الطَّيْرُ فَهُوَلَهُ صَدَقَةٌ ، وَلاَيَرْزَءُؤهُ – اَى يَنْقُصُهُ وَيَأْخُذُمِنْهُ – اَحدْ اِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ . – اِلى يَؤمِ الْقِيَامَةِ -

”Seorang muslim yang menanam suatu tanaman, nisyacمa apa yang termakan akan menjadi sedekah, apa yang tercuri akan menjadi sedekah, dan apapun yang diambil oleh seseorang dari tanaman itu akan menjadi sedekah bagi pemiliknya sampai hari kiamat datang.“

          Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir RA. yang kemudian diriwayatkan secara bersama dengan Imam Ahmad (3/391) dari sanad lain dengan sedikit perbedaan redaksi. Hadits ini mempunyai hadits yang syahid (hadits lain yang senada, yang fungsinya sebagai penguat – penerj.) yaitu hadits Mulim dan Ahmad dari Ummu Mubasyir (6/240, 362). Sedang hadits-hadits lainnya yang juga berfungsi sebagai syahid , disebutkan oleh Al-Mundziri dalam At-Targhib (3/224, 245).

          Ketiga: Diceritakan dari Anas RA. dari Nabi SAW bersabda:

۹. اَلثَّالِثُ : عَنْ أَنَسٍ رَضِى اللّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِي صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَالَ : ,, اِنَّ قَامَتِ لسَّاعَةُ وَفِى يد اَحَدكُمْ فسيلةٌ . فَاِن اسْتَطَاع انْ لاَتَقُؤمُ حَتّى يَغْرُسُهَا .

”Kendatipun hari kiamat akan terjadi, sementara di tangan salah seorang di antara kamu masih ada bibit pohon kurma, jika ia ingin hari kiamat tidak akan terjadi sebelum ia menanamnya, maka hendaklah ia menanamnya.“

          Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad (3/83,184, 191), Ath Thayalisi (hadits nomor 2078), Imam Bukhari dalam Al Adab Al Mufrad  (hadits nomor 479) dan Ibnul Arabi di dalam kitabnya Al Mu’jam (1/21), yang dikutip dari hadits Hisyam bin Yazid dari Anas ra.

          Inilah sanad yang shahih sesuai dengan syarat yang ditetapkan oleh Imam Muslim, yang diperkuat dengan hadits matabi’ (searti dengan syahid) yang diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’ad dari Anas ra. Hadits ini juga ditakhrij oleh Ibnu Addi di dalam Al Kamil (1/316).

          Sedangkan Al-Haitsami mentakhrijnya (menyampaikan) dengan meringkas redaksinya di dalam Al Mujma’ (4/63), dan mengatakan: ”Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar. Perawi-perawinya adalah tsiqah.“

          Sebagaimana telah saya jelaskan, bahwa hadits ini oleh Imam Ahmad disebutkan dengan redaksi lebih panjang.

          Kata al-fusilah searti dengan kata al-wadiyyah, yaitu anak pohon kurma (bibitnya).

          Selain hadits-hadits tersebut, tampaknya tidak ada hadits lain yang lebih menunjukkan adanya anjuran untuk menjadikan lahan agar lebih produktif, lebih-lebih hadits yang terakhir di atas di mana menyiratkan pesan yang cukup dalam agar seseroang memanfaatkan hidupnya untuk menanam sesuatu yang dapat dinikmati oleh orang-orang sesudahnya, hingga pahalanya tetap mengalir sampai hari kiamat tiba. Hal itu akan ditulis sebagai amal sedekahnya (sedekah jariyah).

          Imam Bukhari menerjemahkan hadits ini dengan penjelasannya:  Babu Ishthina’il Mal. Kemudian hadits itu diriwayatkan oleh Al-Harits bin Laqith, ia mengatakan: ”Ada seseorang di antara kami yang memiliki kuda yang telah beranak pinak, lalu disembelihnya kuda itu. Setelah itu ada surat dari Umar yang datang kepada kami, yang isinya: ”Peliharalah dengan baik rezki yang telah diberiakan oleh Allah I kepada kalian. Sebab dalam hal yang demikian itu terdapat kemudahan bagi pemiliknya.“ Sanad hadits tersebut adalah shahih.

          Sementara itu ada lagi hadits lain yang diriwayatkan oleh Dawud dengan sanad yang shahih, ia mengatakan: ”Abdullah bin Salam berkata kepadaku:

اِنْ سَمِعْتُ بِالدَّجَالِ قَدْخَرَجَ وَاَنْتَ عَلى وَدَّيتٍ تَغْرُسُهَا فًلاَ تَجْعَلْ اَنْتُصْلِحَهُ , فَاِنَّ لِلنَّاسِ بَعْدَ ذلِكَ عَيْشًا

”Jika engkau mendengar bahwa Dajjal telah keluar, padahal engkau masih menanam bibit kurma, maka janganlah engaku tergesa-gesa memperbaikinya, karena masih ada kehidupan manusia setelah itu.“

          Yang dimaksud Dawud di sini adalah Abu Dawud Al-Anshari. Ia dinilai oleh Al-Hafiz Ibnu Hajar sebagai orang yang diterima haditsnya (al-maqbul).

          Ibnu Jarir juga meriwayatkan sebuah hadits yang berasal dari Amarah bin Khuzaimah bin Tsabit yang berkata:


سَمِعْتُ عُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ يَقُؤلُ لاََِبِىْ : مَايَمْنَعُكَ اَنْ تَغْرُسَ اَرْضَكَ ؟ فَقَالَ لَهُ اَبِىْ : اَنَا شَيْخٌ كَبِيْرٌاَمُؤتُ غَدًا , فَقَالَ لَهُ عُمَلرُ : اِعْزَمْ عَلَيْكَ لِتَعْرُسًهَا ؟ فَلَقَدْ رَاَيْتُ عُمَرَبْنِ الْخطَّابِ يَغْرُسُهَا بِيَدِه مَعَ اَبِىْ . كَذَا فِى ,, الجَامِعِ الكَبِيرِ ,, لِلسُّيُطِىْ .
ُ

”Saya mendengar Umar bin Khatab berkata kepada Ayahku: ’Apa yang menghalangimu untuk menanami tahahmu?’ Ayah saya menjawab: ’Saya sudah tau dan besok akan mati.’ Kemudian Umar berkata: ’Aku benar-benar menghimbau agar Engaku mau menanaminya.’ Tak lama kemudian saya benar-benar melihatnya (Umar bin Khattab) menanam sendiri bersama ayah saya.“ Hadis ini bisa dilihat di dalam Al-Jami’ Al-Kabir, karya As Suyuti (3/3372).

          Oleh karena itu ada sebagian sahabat yang menganggap bahwa orang yang bekerja mengolah dan memanfaatkan lahannya adalah karyawan Allah SWT. Imam Bukhari di dalam kitabnya Al-Adab Al-Mufrad (nomor 448) meriwayatkan sebuah hadis dari Na’im bin Ashim, bahwa ia mendengar Abdullah Ibnu Amer berkata kepada salah seorang anak saudaranya yang keluar ke tanah lapang (kebun): ”Apakah para karyawanmu sedang bekerja?“

          ”Saya tidak tahu.“ Kata anak saudaranya.

         Lalu Abdullah Ibnu Amer menyambung: “Seandainya engkau orang yang terdidik, nisyaca engkau akan tahu apa yang sedang dikerjakan oleh para karyawanmu.” Kemudian ia (Abdullah Ibnu Amer) menoleh kepada kami, seraya berkata: ”Pada apa yang dimilikinya”) maka ia termasuk karyawan Allah SWT .

          Insya Allah sanad hadits ini hasan.

         Kata al-wahthu berarti al-butsan (kebun), yaitu tanah lapang yang luas milik Amer bin Ash yang berada di Thaif, kurang lebih tiga mill dari Wajj. Tanah itu telah diwariskan kepada anak-anaknya (termasuk Abdullah). Ibnu Asakir meriwayatkan di dalam kitabnya At-Tarikh (13/264//12) dengan sanad yang shahih dari Amer bin Dinar, ia mengatakan: ”Amer bin Ash berjalan memasuki sebidang kebun miliknya yang ada di Thaif yang biasa dikenal dengan al-wahthu. Di tanah itu terdapat satu juta kayu yang dipergunakan untuk menegakkan pohon anggur. Satu batangnya dibeli dengan harga satu dirham.

          Inilah beberapa perkataan sahabat yang muncul akibat memahami hadits-hadits di atas.

        Imam Bukhari memberi judul untuk dua hadits yang pertama dengan judul: ”Keutamaan Tanaman yang Dapat Dimakan.” di dalam kitab shahihnya. Dalam hal ini Ibnul-Munir berkomentar:

        Imam Bukhari memberi insyarat tentang kebolehan bertanam. Adapun larangan bertaman seperti dikatakan oleh Umar adalah apabila pekerjaan bertanam itu sampai melalaikan perang atau tugas lain yang lebih mendesak untuk dilaksanakan.
        Wallahu a'lam bishawwab...

        

ANJURAN ISLAM UNTUK MEMBUAT LAHAN MENJADI PRODUKTIF

Dalam anjuran ini, ada beberapa hadits yang mendukung, namun akan saya sebutkan beberapa diantaranya.

Pertama: Dari Anas RA. bahwa Nabi SAW bersabda:

٧. اَ ْلاَوَّلُ : هَنْ اَنَسٍ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ ,, مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرُسُ غَرْسًا اَؤيَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرُ اَؤاِنْسَانٌ اَؤبَهِيْةٌ اِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةُ

”Seorang mulim yang menanam atau menabur benih, lalu ada sebagian yang dimakan oleh burung atau manusia, ataupun oleh binatang, niscaya semua itu akan menjadi sedekah baginya.“

          Hadits itu diriwayatkan oleh Imam Bukhari (2/67, cet. Eropa), Imam Muslim (5/28) dan Imam Ahmad (3/147).

Kedua: Dari Jabir RA. secara marfu’ :

٨. اَلشَّانِى عَنْ جَابِرٍ مَرْفُؤعًا مَامِنْ مُسْلِمِ يَغْرُسُ غَرْسًااِلاَّمَااُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَاسُرِقْ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ , وَمَااَكَلَتِ الطَّيْرُ فَهُوَلَهُ صَدَقَةٌ ، وَلاَيَرْزَءُؤهُ – اَى يَنْقُصُهُ وَيَأْخُذُمِنْهُ – اَحدْ اِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ . – اِلى يَؤمِ الْقِيَامَةِ -

”Seorang muslim yang menanam suatu tanaman, nisyacمa apa yang termakan akan menjadi sedekah, apa yang tercuri akan menjadi sedekah, dan apapun yang diambil oleh seseorang dari tanaman itu akan menjadi sedekah bagi pemiliknya sampai hari kiamat datang.“

          Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir RA. yang kemudian diriwayatkan secara bersama dengan Imam Ahmad (3/391) dari sanad lain dengan sedikit perbedaan redaksi. Hadits ini mempunyai hadits yang syahid (hadits lain yang senada, yang fungsinya sebagai penguat – penerj.) yaitu hadits Mulim dan Ahmad dari Ummu Mubasyir (6/240, 362). Sedang hadits-hadits lainnya yang juga berfungsi sebagai syahid , disebutkan oleh Al-Mundziri dalam At-Targhib (3/224, 245).

          Ketiga: Diceritakan dari Anas RA. dari Nabi SAW bersabda:

۹. اَلثَّالِثُ : عَنْ أَنَسٍ رَضِى اللّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِي صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَالَ : ,, اِنَّ قَامَتِ لسَّاعَةُ وَفِى يد اَحَدكُمْ فسيلةٌ . فَاِن اسْتَطَاع انْ لاَتَقُؤمُ حَتّى يَغْرُسُهَا .

”Kendatipun hari kiamat akan terjadi, sementara di tangan salah seorang di antara kamu masih ada bibit pohon kurma, jika ia ingin hari kiamat tidak akan terjadi sebelum ia menanamnya, maka hendaklah ia menanamnya.“

          Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad (3/83,184, 191), Ath Thayalisi (hadits nomor 2078), Imam Bukhari dalam Al Adab Al Mufrad  (hadits nomor 479) dan Ibnul Arabi di dalam kitabnya Al Mu’jam (1/21), yang dikutip dari hadits Hisyam bin Yazid dari Anas ra.

          Inilah sanad yang shahih sesuai dengan syarat yang ditetapkan oleh Imam Muslim, yang diperkuat dengan hadits matabi’ (searti dengan syahid) yang diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’ad dari Anas ra. Hadits ini juga ditakhrij oleh Ibnu Addi di dalam Al Kamil (1/316).

          Sedangkan Al-Haitsami mentakhrijnya (menyampaikan) dengan meringkas redaksinya di dalam Al Mujma’ (4/63), dan mengatakan: ”Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar. Perawi-perawinya adalah tsiqah.“

          Sebagaimana telah saya jelaskan, bahwa hadits ini oleh Imam Ahmad disebutkan dengan redaksi lebih panjang.

          Kata al-fusilah searti dengan kata al-wadiyyah, yaitu anak pohon kurma (bibitnya).

          Selain hadits-hadits tersebut, tampaknya tidak ada hadits lain yang lebih menunjukkan adanya anjuran untuk menjadikan lahan agar lebih produktif, lebih-lebih hadits yang terakhir di atas di mana menyiratkan pesan yang cukup dalam agar seseroang memanfaatkan hidupnya untuk menanam sesuatu yang dapat dinikmati oleh orang-orang sesudahnya, hingga pahalanya tetap mengalir sampai hari kiamat tiba. Hal itu akan ditulis sebagai amal sedekahnya (sedekah jariyah).

          Imam Bukhari menerjemahkan hadits ini dengan penjelasannya:  Babu Ishthina’il Mal. Kemudian hadits itu diriwayatkan oleh Al-Harits bin Laqith, ia mengatakan: ”Ada seseorang di antara kami yang memiliki kuda yang telah beranak pinak, lalu disembelihnya kuda itu. Setelah itu ada surat dari Umar yang datang kepada kami, yang isinya: ”Peliharalah dengan baik rezki yang telah diberiakan oleh Allah I kepada kalian. Sebab dalam hal yang demikian itu terdapat kemudahan bagi pemiliknya.“ Sanad hadits tersebut adalah shahih.

          Sementara itu ada lagi hadits lain yang diriwayatkan oleh Dawud dengan sanad yang shahih, ia mengatakan: ”Abdullah bin Salam berkata kepadaku:

اِنْ سَمِعْتُ بِالدَّجَالِ قَدْخَرَجَ وَاَنْتَ عَلى وَدَّيتٍ تَغْرُسُهَا فًلاَ تَجْعَلْ اَنْتُصْلِحَهُ , فَاِنَّ لِلنَّاسِ بَعْدَ ذلِكَ عَيْشًا

”Jika engkau mendengar bahwa Dajjal telah keluar, padahal engkau masih menanam bibit kurma, maka janganlah engaku tergesa-gesa memperbaikinya, karena masih ada kehidupan manusia setelah itu.“

          Yang dimaksud Dawud di sini adalah Abu Dawud Al-Anshari. Ia dinilai oleh Al-Hafiz Ibnu Hajar sebagai orang yang diterima haditsnya (al-maqbul).

          Ibnu Jarir juga meriwayatkan sebuah hadits yang berasal dari Amarah bin Khuzaimah bin Tsabit yang berkata:


سَمِعْتُ عُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ يَقُؤلُ لاََِبِىْ : مَايَمْنَعُكَ اَنْ تَغْرُسَ اَرْضَكَ ؟ فَقَالَ لَهُ اَبِىْ : اَنَا شَيْخٌ كَبِيْرٌاَمُؤتُ غَدًا , فَقَالَ لَهُ عُمَلرُ : اِعْزَمْ عَلَيْكَ لِتَعْرُسًهَا ؟ فَلَقَدْ رَاَيْتُ عُمَرَبْنِ الْخطَّابِ يَغْرُسُهَا بِيَدِه مَعَ اَبِىْ . كَذَا فِى ,, الجَامِعِ الكَبِيرِ ,, لِلسُّيُطِىْ .
ُ

”Saya mendengar Umar bin Khatab berkata kepada Ayahku: ’Apa yang menghalangimu untuk menanami tahahmu?’ Ayah saya menjawab: ’Saya sudah tau dan besok akan mati.’ Kemudian Umar berkata: ’Aku benar-benar menghimbau agar Engaku mau menanaminya.’ Tak lama kemudian saya benar-benar melihatnya (Umar bin Khattab) menanam sendiri bersama ayah saya.“ Hadis ini bisa dilihat di dalam Al-Jami’ Al-Kabir, karya As Suyuti (3/3372).

          Oleh karena itu ada sebagian sahabat yang menganggap bahwa orang yang bekerja mengolah dan memanfaatkan lahannya adalah karyawan Allah SWT. Imam Bukhari di dalam kitabnya Al-Adab Al-Mufrad (nomor 448) meriwayatkan sebuah hadis dari Na’im bin Ashim, bahwa ia mendengar Abdullah Ibnu Amer berkata kepada salah seorang anak saudaranya yang keluar ke tanah lapang (kebun): ”Apakah para karyawanmu sedang bekerja?“

          ”Saya tidak tahu.“ Kata anak saudaranya.

         Lalu Abdullah Ibnu Amer menyambung: “Seandainya engkau orang yang terdidik, nisyaca engkau akan tahu apa yang sedang dikerjakan oleh para karyawanmu.” Kemudian ia (Abdullah Ibnu Amer) menoleh kepada kami, seraya berkata: ”Pada apa yang dimilikinya”) maka ia termasuk karyawan Allah SWT .

          Insya Allah sanad hadits ini hasan.

         Kata al-wahthu berarti al-butsan (kebun), yaitu tanah lapang yang luas milik Amer bin Ash yang berada di Thaif, kurang lebih tiga mill dari Wajj. Tanah itu telah diwariskan kepada anak-anaknya (termasuk Abdullah). Ibnu Asakir meriwayatkan di dalam kitabnya At-Tarikh (13/264//12) dengan sanad yang shahih dari Amer bin Dinar, ia mengatakan: ”Amer bin Ash berjalan memasuki sebidang kebun miliknya yang ada di Thaif yang biasa dikenal dengan al-wahthu. Di tanah itu terdapat satu juta kayu yang dipergunakan untuk menegakkan pohon anggur. Satu batangnya dibeli dengan harga satu dirham.

          Inilah beberapa perkataan sahabat yang muncul akibat memahami hadits-hadits di atas.

        Imam Bukhari memberi judul untuk dua hadits yang pertama dengan judul: ”Keutamaan Tanaman yang Dapat Dimakan.” di dalam kitab shahihnya. Dalam hal ini Ibnul-Munir berkomentar:

        Imam Bukhari memberi insyarat tentang kebolehan bertanam. Adapun larangan bertaman seperti dikatakan oleh Umar adalah apabila pekerjaan bertanam itu sampai melalaikan perang atau tugas lain yang lebih mendesak untuk dilaksanakan.

        

Minggu, 29 Januari 2012

MASA DEPAN ISLAM

dinukil dari : Kitab As Shahihah I   karya : Syeikh Nashiruddin Al Banii

            Allah Subhanahu Wa Ta'alaa   berfirman :

هُوَ الَّذى أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِا لْهُدَى وَدِيْنِ الْْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْن 

Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.” (QS At-Taubah : 33)
           
            Kami patut merasa gembira dengan janji yang telah diberikan oleh Allah  melalui firman-Nya itu, bahwa Islam dengan kearifan dan kebijaksanaannya itu mampu mengalahkan agama-agama lain. Namun tidak sedikit yang mengira bahwa janji tersebut telah terwujud pada masa Nabi r , masa Kualafaur-Rasyidin dan pada masa khalifah-khalifah sesudahnya yang bijaksana. Padahal kenyataannya tidak demikian. Yang sudah terrealisasi saat itu hanyalah sebagian kecil dari janji di atas, sebagaimana diisyaratkan oleh Rasul r  melalui sabdanya:

۱. لاَيَذْ هَبُ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ حَتَّى تُعْبَدَ اللاَّتَ وَالْعُزََّى فَقَالَتْ عَاءِشَةُ : يَا رَسُلُوْاللهِ اِنْ كُنْتُ لاَظُنُّجِيْنَ اَنْزَلَ اللهُ : هُوَالَّذِىْاَرْسَلَرَسُولَهُ بِا لْهُدى وَدِينِ الجَقِِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الَّذِ ينَ كُلِّه وَلَوكَرِهَ الْمُشٍْرِكُونَ , اَنَّ ذ لِكَ تَامًّا : قَالَ اِنَّهُ سَيَكُوْنُ مِنْ ذلِكَ مَاشَاءَاللهُ. اَلجديث

“Malam dan siang tidak akan sirna sehingga Al-Latta dan Al-‘Uzza telah disembah. Lalu Aisyah bertanya: “Wahai Rasul, sungguh aku mengira bahwa takkala Allah menurunkan firman-Nya “Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai, hal itu telah sempurna (realisasinya).”Belau menjawab: “Hal itu akan terealisasi pada saat yang ditentukan oleh Allah.”

            Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam-Imam yang lain. Saya telah mentakhrijnya di dalam kitab saya Tahdzirus Sajid Min Ittikhadzil Qubur Masajida. (Peringatan bagi yang Sujud untuk Tidak Menjadikan Makan sebagai Masjid) (hal : 122).

            Banyak hadits-hadits lain yang menjelaskan masa kemenangan Islam dan tersebarnya ke berbagai penjuru. Dari hadits-hadits itu tidak diragukan lagi bahwa kemenangan Islam di masa depan semata-mata atas izin pertolongan dari Allah  , dengan catatan harus tetap kita perjuangkan, itu yang penting. Berikut ini akan saya tampilkan beberapa hadits yang saya harapkan dapat membakar semangat para pejuang Islam dan dapat dijadikan argumentasi untuk menyadarkan mereka yang fatalis tanpa mau berjuang sama sekali.            

٢. اَ ْلاَوََّلُ : ,, اِنَّ اللهَ زَوى , اَىْجَمَعَ وَضَمَّ لِىَ اْلاَرْضُ فَرَاَيْتَ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِ بَهَا , وَاِنَّ   اُمَّتِى سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَازَوى لِى مِنْهَا . الحديث

“Allah   telah menghimpun (mengumpulkan dan menyatukan) bumi ini untukku. Oleh karena itu aku dapat menyaksikan belahan Bumi Barat dan Timur. Sunggu kekuasaan umatku akan sampai ke daerah yang dikumpulkan (diperlihatkan) kepadaku itu.”

            Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim (8/171), Imam Abu Daud (4252), Imam Turmudzi (2/27) yang menilainya sebagai hadits shahih, Imam Ibnu Majah (2952) dan Imam Ahmad dengan dua sanad. Pertama berasal dari Tsauban (5/278) dan kedua dari Syaddad bin Aus (4/132), jika memang haditsnya mahfuzh (terjaga).

            Ada hadits-hadits lain yang lebih jelas dan luas yaitu:

٣. اَلثَّا نِى : ,, لَيَبْلُغَنَّ هذَا اْلاَمْرُ مَا بَلَغَ الَّيْلَ وَالنَّهَارُ وَلاَيَتْرُكُ اللهُ بَيْتَ مَدَرٍ وًلاَوَبَرٍ اِلاَّاَدْخَلَهُ اللهُ هذَا الدِِّيْنَ , بِعِزِّعَزِيْزٍ , اَوْبِذُلِّ ذَلِيْلٍ , عِزًّايُعِزُّاللهُ بِهِ أَلاِسْلاَمَ , وَذُلاَّيُذِلُّ بِهِ الْكُفْرَ ,,

“Sesungguhnya agama Islam ini akan sampai ke bumi yang dilalui oleh malam dan siang. Allah tidak akan melewatkan seluruh kota dan pelosok desa, kecuali memasukkan agama ini ke daerah itu, dengan memuliakan yang mulai dan merendahkan yang hina. Yakni memuliakannya dengan Islam dan merendahkannya dengan kekufuran.”

            Hadits ini diriwayatkan oleh sekelompok Imam yang telah saya sebutkan di dalam kitab At-Tahdzir (hal 121). Sementara Imam Ibnu Hibban meriwayatkannya dalam kitab Shahih-nya (1631, 1632). Sedang Imam Abu ‘Arubah meriwayatkannya dalam kitab Al-Montaqa minat-Thabaqat (2/10/1).

            Tidak diragukan lagi bahwa tersebarnya agama Islam kembali kepada umat Islam sendiri. Oleh karena itu mereka harus memiliki kekuatan moral, material dan persenjataan hingga mampu melawan dan mengalahkan kekuatan orang-orang kafir dan orang-orang durhak Inilah yang dijanjikan oleh Nabi r :

٤. اَلثَّ لِثُ : عَنْ اَبِى قُبَيْلٍ قَلَ : كُنَّاعِنْدَ عَبْدِاللهِ بْنِ عَمْرِوبْنِ العَاصِيْ , وَسُءِل اَيُّ  اْلمَدِيْنَتَيْنِ تُفْتَحُ اَوَّلاً ؟ اَلْقُسْطَنُطِيْنِيَّةُ اَوْرُوْمِيَّةُ ؟ فَدَعَا عَبْدُاللهِ بِصُنْدُوْقٍ لَهُ خَلْقٌ , قَالَ : فَاَخْرَجَ مِنْهُ كِتَابًا , قَالَ : فَقَالَ عَبْدُالله : بَيْنَمَانَحْنُ حَوْلَ رَسُ الِلّّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ,,  مَدِيْنَةُ هِرَقْلَ تُفْتَحُ اَوَّلً , يَعْنِى قُسْطَنْطِنِيَّةَ ,,

“Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Qubai. Ia menuturkan “(pada suatu ketika) kami bersama Abdullah Ibnu Amer Ibnu Al-Ash. Dia ditanya tentang mana yang akan terkalahkan lebih dahulu, antara dua negeri, Konstantinopel atau Romawi. Kemudian ia meminta petinya yang sudah agak lusuh. Lalu ia mengeluarkan sebuah kitab.” Abu Qubai melanjutkan kisahnya: Lalu Abdullah menceritakan:3) “Suatu ketika kami sedang menulis disisi Rasulullah r. Tiba-tiba Beliau ditanya: “Mana yang terkalahkan lebih dahulu, Constantinopel atau Romawi?” Beliau menjawab: “Kota Heraclius-lah yang akan terkalahkan lebih dahulu.” Maksudnya adalah Konstantinopel.”
           
            Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad (II/176), Ad-Darimi (I/126), Ibnu Abi Suaibah dalam Al-Mushan (II/47, 153). Abu Amer Ad-Dani di dalam As-Sunanul Maridah fil-Fitaan (Hadits-hadits tentang Fitnah), Al Hakim (III/422 dan IV/508) dan Abdul Ghani Al-Maqdisi dalam Kitabul Ilmi (II/30). Abdul Ghani bahwa hadits ini hasan sanadnya. Sedangkan Imam Hakim menilainya sebagai hadits shahih. Penilaian Al-Hakim itu sangat disetujui oleh Adz-Dzahabi.

            Kata Rumiyyah dalam hadits di atas maksudnya adalah Roma, ibukota Italy sekarang ini, sebagaimana bisa kita lihat di dalam Mu’jamul BuldanI (Ensiklopedi Negara).

            Sebagaimana kita ketahui, bahwa kemenangan pertama ada di tangan Muhammad Al-Fatih Al-Utsmani. Hal ini terjadi setelah lebih dari delapan ratus tahun Nabi r  menyabdakan hadits di atas. Kemenangan kedua pun akan segera terwujud atas seizin Allah I , sebagaimana firman-Nya:
وَلَتَعْلَمَنَّ نَبَأهُ بَعْدَ حِيْنٍ
”Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al Quran setelah beberapa waktu lagi.“ (QS Shaad : 88).

            Tidak diragukan lagi bahwa kemenangan kedua mendorong adanya kebutuhan terhadap Khalifah yang tangguh. Hal inilah yang telah diberitakan oleh Rasulullah r  melalui sabdanya:

 ٥. اَلرَّبِعْ : ,, تَكُوْنُ النُّبُوَّ ةُ فَيَكُوْنُ مَاشَااللّه اَنْ تَكُوْنَ ثُمَّ يَرْفَعُهَااللّهُ اَذَشَاءَاَنْ يَرْفَعُهَا , ثُمَّ تَكُوْنُ خِلاَفَةٌ عَلَى مَنْهَاجِ النُّبُوَّ ةِ , فَ تَكُوْنُ مَاشَااللّهُ اَنْ تَكثوْنُ , ثُمَّ يَرْفَعُهَا اِذَاشَاءَاَنْ يَرْفَعُهَا . ثُمَّ تَكُوْنُ مَلِكًا عَاضًا فَيَكُوْنُ مَاشَاءَاللّهُ اَنْ تَكُوْنَ , ثُمَّ يَرْفَعُهَا اِذَشَاءَاللّهُ اَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُوْنُ خِلاَفَةٌ عَلَى مَنْهَاجِ نُّبُوَّةِ , ثُمَّ سْكَتَ .

“Kenabian telah terwujud di antara kamu sesuai dengan kehendak Allah. Kemudian Dia akan menghilangkannya sesuai dengan kehendak-Nya, setelah itu ada khalifah yang sesuai dengan kenabian tersebut, sesuai dengan kehendak-Nya pula. Kemudian Dia akan menghapusnya juga sesuai dengan kehendak-Nya. Setelah itu ada seorang raja diktator bertangan besi, dan semua berjalan sesuai dengan kehendak-Nya pula. Lalu Dia akan menghapusnya jika menghendaki untuk menghapusnya. Kemudian ada khalifah yang sesuai dengan tuntunan Nabi. Lalu Dia diam.“
           
            Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad (IV/273). Kami mendapatkan riwayat dari Sulaiman bin Dawud Ath-Thayalisi, juga dari Dawud bin Ibrahim Al-Wasithi, Habaib bin Salim, dan Na’am bin Basyir yang mengisahkan, “Kami sedang duduk-duduk di masjid. Basyir adalah seorang yang selalu menyembunyikan haditsnya. Lalu datanglah Abu Tsa’labah Al –Kasyafi dan bertanya: Wahai Basyir bin Sa’ad, apakah Engkau menghafal hadits tentang Umara? Tetapi kemudian Khalzaifahlah yang justru menjawabnya: “Saya menghafal khutbahnya.”

            Mendengar itu kemudian Abu Tsa’labah duduk, sementara Khalzaifah selanjutnya meriwayatkan hadits itu secara marfu.

            Hubaib mengomentari dengan menceritakan: “Tatkala Umar bin Abdul Aziz mulai tampil dan saya mengakui bahwa Yazid bin Nu’man bin Basyir menjadi pengikutnya, maka saya menulis surat kepadanya berisikan tentang hadits ini. Saya memperingatkan dengan mengatakan kepadanya: Saya berharap agar beliau Umar bin Abdul Aziz benar-benar menjadi Amirul Mu’minin setelah adanya raja yang gigih memperjuangkan agama sebelum dia naik tahta. Lalu surat saya itu disampaikan kepada Umar bin Abdul Aziz. Dia merasa gembira dan mengaguminya.

            Melalui sanad Ahmad hadits itu juga diriwayatkan oleh Al-Hafidz Al-Iraqi dalam Muhajjatul Garib ala Mahabbatil-Arab (II/17). Selanjutnya Al-Hafidz mengatakan:

            “Status hadits ini shahih. Ibrahim bin Dawud Al-Wasithi dinilai tsiqah, baik akhlaknya dan kuat ingatannya oleh Abu Dawud Ath-Thayalisi dan Ibnu Hibban. Sedangkan perawi-perawi yang lain bisa dibuat hujjah di dalam menetapkan hadits shahih.”

            Yang dimaksud Al-Hafidz ini adalah yang terdapat di dalam kitab Shahih Muslim, tetapi mengenai Hubaib oleh Al-Bukhari dinilainya dengan ‘fihi nadharun’ ungakapan yang menunjukkan masih diragukan keabsahan perawi. Sedangkan Ibnu Addi mengatakan: Dalam matan hadits yang diriwayatkannya (Hubaib) tidak terdapat hadits munkar (hadits yang ditolak), tetapi ia telah membalik sanadnya (mudhtharib). Akan tetapi Abu Hatim, Abu Dawud dan Ibnu Hibban menilainya tsiqah. Oleh karena itu setidak-tidaknya nilai haditsnya adalah hasan. Bahkan Al-Hafizh menilainya La ba’sa bihi (Lafazh ta’dil tingkat keempat). Perawi yang dinilai dengan lafazh pada tingkat ini haditsnya bisa dipakai, tetapi harus dilihat kesesuaiannya dengan perawi-perawi lain yang dhabit (kuat ingatannya), sebab lafazh itu tidak menunjukkan ke-dhabit-an seorang perwai (Penerj.)

            Hadits yang senada (Asy-Syahid) disebutkan dalam musnad karya Ath-Thayalisi (nomor : 438): “Saya diberi riwayat oleh Dawud Al-Wasithi – ia adalah orang yang tsiqah –, ia menceritakan: “Saya mendengar hadits itu dari Hubaib bin Salim. Tetapi dalam matan hadits tersebut ada yang tercecer matannya. Tapi kemudian ditutup (dilengkapi) dengan hadits dari Musnad Ahmad.

            Al-Haitsami di dalam kitabnya Al-Majmu’ (V/89) menjelaskan : “Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Sedangkan Al-Bazzar juga meriwayatkan namum lebih sempurna lagi. Imam Ath-Thabrani juga meriwayatkan sebagian dalam kitabnya Al-Ausath dan perawi-perawinya adalah tsiqahí.”

            Dengan demikian kecil sekali kemungkinannya hadits tersebut diriwayatkan oleh Umar bin Abdul Aziz, sebab masa pemerintahannya adalah setelah maasa Khulafaur-Rasyidin, yang jaraknya setelah masa pemerintahan dua orang raja.4)

            Selanjutnya hadits yang berisi tentang berita gembira dari Nabi r mengenai kembalinya kekuasaan kepada kaum Muslimin dan tersebarnya pemeluk Islam di seluruh penjuru dunia hingga dapat membantu tercapainya tujuan Islam dan menciptakan masa depan yang prospektif dan membanggakan hingga meliputi bidang ekonomi dan pertanian. Hadits yang dimaksud sabda Nabi r :

٦.  اَلْخَامِسُ : لاَتَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتّى تَعُوْدَاَرْضُ الْعَرَبِ مُرَقَ جًا وَاَنْهَارًا.

“Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum tanah Arab menjadi tanah lapang yang banyak menghasilkan komoditas penting dan memiliki pengairan yang memadai.”

            Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim (3/84), Imam Ahmad (2/703, 417), dari hadits Abu Hurairah.

            Berita-berita gembira ini terealisasi di beberapa kawasan Arab yang telah diberi karunia oleh Allah berupa alat-alat untuk menggali sumber air dari dalam gurun pasir. Disana bisa kita lihat adanya inisiatif untuk mengalirkan air dari sungai Eufrat ke Jazirah Arab. Saya membaca berita ini dari beberapa surat kabar lokal. Hal ini mungkin akan menjadi kenyataan. Dan selang beberapa waktu kelak, akan benar-benar terwujud dan bisa kita buktikan.

            Selanjutnya yang perlu diketahui dalam hubungannya dengan masalah ini adalah sabda Nabi r  :
”Tidak akan datang kepadamu suatu masa kecuali masa sesudahnya akan lebih buruk, sampai kalian bertemu dengan Tuhanmu dan datangnya hari kiamat.“

            Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Al-Fitan dari hadits Anas secara marfu’.

            Hadits ini selayaknya dipahami dengan membandingkan dengan hadits-hadits lain yang terdahulu dan hadits lain (yang ada hubungannya). Seperti halnya hadits-hadits tentang Al-Mahdy dan turunnya Nabi Isa as. Hadits-hadits itu menunjukkan bahwa hadits ini tidak mempunyai arti secara umum, tetapi mempunyai arti khusus (sempit). Oleh karena itu kita tidak boleh memahaminya secara umum (apa adanya), sehingga menimbulkan keputusasaan yang merupakan sifat yang harus dibuang jauh dari orang mukmin. Sebagaimana firman Allah   :

يَابَنِيَّ اذْهَبُؤا فَتَحَسَّسُؤا مِنْ يُؤسُفَ وَأخِيْهِ وَلاَتَايْءَسُؤا مِنْ رَّؤحِ اللّهِ إنَّهُ لاَ يَايْءَسُؤا مَنْ رَّؤحِ اللّهِ إلاَّ الْقَؤمُ الْكَافِرُؤنَ

“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.“(QS Yusuf : 87)

            Saya senantiasa memhon ke haribaan Allah   semoga Dia berkenan menjadikan kita sebagai orang-orang yang benar-benar mukmin.


****
_____________________
3)         Perkataan Abdullah ini juga diriwayatkan oleh Abu Zur’ah di dalam bukunya Tarikhu Damsyiq  (Sejarah Damaskus I/96). Disitu juga ditunjukkan bahwa hadits tersebut juga ditulis pada masa Rasulullah r .
4)    Sedangkan hadits yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani di dalam kitabnya Al-Ausah yang bersumber dari Mu’az bin Jabal secara marfu’ adalah dha’if . Bunyinya adalah:
      Tiga puluh kenabian dan satu orang raja dan tiga puluh raja dan satu Jaburut (Raja bertangan besi) sedangkan setelah itu tidak ada kenabian sama sekali.”

Rabu, 18 Januari 2012

Abdullah Ibnu Ummi Maktum radhiallâhu 'anhu



"Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran lalu pengajaran itu memberi manfa'at kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Rabb itu adalah suatu peringatan, maka barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya." ('Abasa 1-2)
Menurut beberapa orang Ahli tafsir, 7 ayat-ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum.
Abdullah Ibnu Ummi Maktum radhiallâhu 'anhu
Siapakah dia dan darimana asal-usulnya? Apakah  ia mempunyai kedudukan sosial dalam kabilah Arab atau tengah-tengah kaum Quraisy? Apakah ia tergolong salah seorang penyair tenar yan suaranya berkumandang di Suuq 'Ukazh, mendeklamasikan kepahlawanan dan keutamaan suatu kabilah, lalu suaranya itu terdengar ke sana kemari, menjadi pembicaraan orang ramai? Atau, barangkali ia seorang ahli perang yang berani dan pahlawan yang tak terkalahkan di medan laga, yang dijagokan para penyair dalam syairnya? Atau, ia termasuk salah seorang tokoh yang berpikiran cerdik dan jenius, suara dan caranya diterima serta dihargai para tokoh Arab dan penguasanya?
Ibnu Ummi Maktum radhiallaahu 'anhu bukanlah salah seorang dari mereka, bahkan namanya pun belum pernah dikenal orang sebelum Islam. Apalagi orang akan mengindahkan suaranya. Ia seorang awam di kota Mekah, hidup untuk diri dan bersama dirinya. Suaranya tidak pernah didengar orang dan rupanya tidak pernah dikenal orang.
Malah, namanya pun ada yang memperselisihkan. Penduduk kota Madinah berpendapat bahwa namanya adalah Abdullah Ibnu Ummi Maktum, tetapi orang Iraq berpendapat bahwa namanya adalah 'Amru bin Ummi Maktum. Walaupun demikian, mereka semua sepakat bahwa nama ibunya adalah Atikah binti Abdullah bin Ma'ish. Dia adalah putera dari bibi Khadijah binti Khuwalid.
Matanya buta sejak kecil, penduduk kota Mekah mengenalnya sebagai seorang yang rajin mencari rezeki dan belajar ilmu pengetahuan. Meskipun ia seorang tunanetra , namun semangatnya bergelora untuk belajar dan mengetahui segala yang didengarnya. Ia menggunakan pendengarannya sebagai pengganti matanya, apa yang didengarnya tidak dilupakan lagi sehingga ia mampu mengutarakan kembali apa yang pernah didengarnya dengan baik sekali.
Dia mendengar orang-orang mustadh'afin dan budak-budak (hamba sahaya) di kota Mekah bersembunyi-sembunyi pergi ke Darul Arqam untuk mendengarkan berita-berita dari langit yang dibawakan Muhammad al-Amin. Ia merasa bahwa di Mekah terjadi pergolakan yang lain dari biasanya. Perang urat saraf mulai tampak di permukaan ; wahyu yang disampaikan kepada Muhammad al-Amin itu menganjurkan persamaan dan persaudaraan antar sesama umat manusia. Kaum Mustadh'afin dan para hamba sahaya tertarik akan semua seruan itu, sedangkan tohok-tokoh Quraisy berusaha keras  mempertahankan system kehidupan Jahiliah, tanpa mengindahkan perkembangan zaman dan tuntutan hati nurani masyarakat umum.
Ibnu Ummi Maktum memutuskan untuk pergi sendiri ke majelis Ibnul Arqam untuk mendengarkan dan meyakini berita  yang sedang ramai diperbincangkan orang itu. Ia mengambil tongkatnya dan mengayunkan langkahnya menuju kesana. Ternyata apa yang didengarnya lebih hebat dari apa yang diberitakan orang; rasanya suara yang didengarnya berhasil membuka pintu hatinya dan menimbulkan rasa ketenangan serta kedamaian dalam kalbunya. Kini, ia tidak takut dan gentar terhadap seluruh kekuatan bumi, sesudah ia mendengarkan kalamullah yang diwahyukan kepada Muhammad al-Amin dengan perantaraan Malaikat Jibril, untuk mengukuhkan tauhid kepada Allah al-Khaliq, untuk mempersamakan antar umat manusia, untuk menegakkan keadilan antar berbagai lapisan masyarakat, dan untuk mengumandangkan rasa persaudaraan serta kedamaian ke seluruh pelosok dunia yang sedang dilanda kezaliman dan kesesatan.
Ibnu Ummi Maktum mengulurkan tangannya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menyatakan ke-Islamannya, keluar dari lingkungan Jahiliah, dan masuk kedalam barisan kaum beriman, menyatakan janji kepada Allah Ta'ala dan kepada Rasul-Nya untuk mengorbankan segala-segala, termasuk nyawanya demi tegaknya agama Islam. Semangatnya untuk mengetahui agama itu lebih banyak dan mendalam, tidak tertahankan lagi; di saat ada kesempatan bertanya, ia mengajukan pertanyaan tentang berbagai persoalan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam . Apa yang didengarnya dicerna dan diresapi dengan sebaik-baiknya.
Kaum Quraisy tidak mampu menumpas dakwah langit itu. Akhirnya, mereka mengubah taktik dengan memperlambat gerak dan mempersempit penyebarannya dengan mengejar-ngejar dan memaksa para pengikutnya yang tidak berdaya dan tidak bersenajta. Akhirnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam . Memberikan izin kepada para pengikutnya  pergi berhijrah dengan membawaserta agamanya. Di antara para Muhajirin itu terdapat Ibnu Ummi Maktum. Para sejarawan muslim berbeda pendapat tentang sejarah hijrahnya  itu. Ada yang menetapkan  bahwa ia hijrah sesudah perang Badar dan tinggal di Darul Qurra'. Ada pula yang mengatakan bahwa ia hijrah sebelum Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam tiba di Madinah, sebelum perang Badar. Saya lebih condong  menerima  riwayat yang terakhir ini, seperti yang diutarakan Abu Ishaq dari al-Barra' bin Azib, 'Pada waktu itu, orang yang pertama hijrah ke negeri kami ialah Mush'ab bin Umair dari bani Abdid-Dar bin Qushai. Kami tanyakan kepadanya , 'Apa kabar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam ?' Ia menjawab , 'Beliau baik-baik saja di Mekah, sedang para sahabat-nya  akan segera menyusulku.' Sesudah itu datang Abdullah Ibnu Ummi Maktum yang tunanetra itu. Kami tanyakan pula kepadanya, 'Apa kabar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam .?' Ia menjawab 'Mereka segera akan menyusulku.'"
Ia mulai  melakukan tugasnya  yang sejak lama sudah dipersiapkannya dengan mengajukan banyak pertanyaan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, yaitu mengajarkan dasar-dasar agama Islam, mengajar penduduk kota Madinah menghafal ayat-ayat al-Qur'anul-Karim, dan menyiapkan hati serta jiwa masyarakat menyambut kedatangan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam . Tak lama setelah itu, sampailah berita bahwa Rasulullah akan segera datang di Madinah. Ibnu Ummi Maktum bersama para penyambut lainnya berderet-deret di tepi jalan menyambut kedatangan kekasih Allah yang sudah lama tidak terdengar suara dan pelajarannya.
Menurut sebagian perawi, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam tinggal di rumah Bani an-Najjar. Beliau lalu membangun masjidnya untuk dijadikan sekolah terbesar bagi generasi yang pernah dikenal umat manusia, yang mengemban petunjuk dan Kitab Allah. Ibnu Ummi Maktum senantiasa menyertai kegiatan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam . Ia ikut aktif dalam pembangunan masjidnya, tidak pernah absen dalam mengikuti pelajaran yang diberikannya, selalu shalat jama'ah di belakang beliau, dan hampir tidak ada ayat yang turun di Madinah yang tidak diketahuinya. Malah, ia puaskan telinganya dalam mendengarkan semua sabda Rasulullah dan  pengarahan langit yang dikirimkan Allah Ta'ala kepada hamba-Nya, untuk memancarkan persamaan, kedamaian, dan keadilan di seluruh jagat raya ini.
Menurut Anas bin Malik radhiallaahu 'anhu, "Pada suatu hari, Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam . Disana ada Ibnu ummi Maktum; ia lalu bertanya , 'Sejak kapan kau tidak dapat melihat?'
'Sejak kanak-kanak.'
'Allah Ta'ala berfirman, 'Apabila Aku mengambil indra penglihatan hamba-Ku, tiada imbalan baginya selain surga."
'Selamat bagimu, wahai Ibnu Ummi Maktum! Engkau telah berhasil menjadi sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam  dan mendapat berita gembira masuk surga, langsung dari malaikat Jibril.'"
Apabila Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menjumpainya, beliau suka berucap, "Selamat datang, wahai orang yang dititipkan Tuhanku untuk diperlakukan dengan baik!"
Apabila Bilal radhiallaahu 'anhu tidak ada, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam suka sekali menyuruhnya mengumandangkan azan shalat lima waktu karena suaranya merdu dan lembut, tetapi kalau Bilal hadir, ia yang adzan dan Ibnu Ummi Maktum yang iqamat. Pada bulan Ramadhan, Bilal radhiallaahu 'anhu azan untuk mengingatkan orang akan waktu makan-minum sahur, tetapi kalau terdengar azan Ibnu Ummi Maktum, makan-minum harus dihentikan; itu tanda waktu imsak sudah tiba.
Menurut Abdullah bin Umar radhiallaahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda, "Apabila bilal azan pada malam hari, maka kalian boleh makan dan minum hingga mendengar azannya Ibnu Ummi Maktum!"
Ibnu Ummi Maktum termasuk sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam yang sangat mencintai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam . Di hatinya, beliau lebih dari sanak keluarga, bahkan dari diri pribadinya sendiri. Mereka semua, termasuk Ibnu Ummi Maktum, sanggup menahan derita serta cerca orang terhadap diri dan sanak keluarganya, bahkan bisa memaafkan hal itu, tetapi tidak bisa menerima dan memaafkan hal itu bila ditujukan kepada Rasulullah.
Ibnu Ummi Maktum pernah tinggal di rumah seorang wanita Yahudi, bibi seorang Anshar. Wanita itu baik budi dan melayani makan-minumnya, tetapi mulutnya tidak pernah diam menyerang orang-orang yang paling dicintai Ibnu Ummi Maktum. Ia tidak sabar mendengar ejekan dan cercaan itu. Ia berusaha beberapa kali menegurnya, tetapi teguran dan peringatannya itu tidak diindahkan. Terpaksalah ia memukulnya. Ternyata pukulan itu mematikan. Hal ini dilaporkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sesudah ia dihadapkan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bertanya,
 "Mengapa kau bertindak demikian?"
 "Wahai Rasulullah! Sungguh, ia seorang yang baik budi terhadap diriku, namun ia senantiasa mencela dan mencerca Allah dan Rasul-Nya, maka terpaksalah aku memukulnya untuk menghentikannya, namun kiranya ajalnya sudah sampai."
 "Allah telah menjauhkannya dan ia telah membatalkan darahnya?????."
 Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sering mengangkatnya sebagai wakil apabila beliau keluar meninggalkan Madinah dalam peperangan, umpamanya ketika pergi menyerang Kabilah Banu Sulaim dan Kabilah Ghathafan. Ia menjadi Imam jamaah dan Khatib shalat Jumat. Begitu pula ketika Rasulullah pergi berperang ke Uhud, Hamra'al-Asad, Bani an-Nadhir, Khandaq, Bani Quraizah, Bani Lahyan, al-Ghabah, Dzi Qirad, dan Umrah al-Hudaibiyah.
 "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam terlibat dalam penyerangan ofensif sebanyak tiga belas kali; beliau selalu mengangkat Ibnu Ummi Maktum sebagai pejabat untuk menggantikannya di Madinah, mengimami orang shalat jamaah, dan lain-lain, padahal ia seorang tunanetra," demikian ucap asy-Sya'bi.
Ia mengikuti kehidupan sosial dan politik kaum muslimin, mengikuti kegiatan berbagai perutusan yang pergi dan datang menghadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam . Ia sering sekali berpuasa dan shalat malam. Hampir seluruh masa hidupnya diisi dengan peribadatan atau ikut berperang altig?????? dalam kegiatan kaum muslimin. Kemudian, turunlah firman Allah,
"Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak terut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat…" (Q.,. 4/an-Nisaa': 95)
Jadi, di sana masih terdapat lapangan peribadahan yang ganjarannya lebih utama dari ganjaran yang mungkin diperolehnya. Ada suatu taqarrub yang dilakukan orang, yang lebih mendekatkan orang itu kepada Allah Ta'ala lebih dari dirinya. Ia lalu merintih menangisi nasibnya kepada Allah Ta'ala, "Ya Allah, Engkau mengujiku dengan kebutaan. Apa yang dapat aku lakukan selain mengharap rahmatMu yang meliputi segala-galanya." Lalu turunlah firman-Nya,.. "yang tidak mempunyai uzur…," sebagai pelengkap.
Menurut Ibnu Abbas radhiallaahu 'anhu, "Ketika firman Allah, 'Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yagn berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka…,' diturunkan, Abdullah bin Ummi Maktum yang buta (tunanetra) itu datang menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam , lalu bertanya, 'Wahi Rasulullah, Allah telah menurunkan keutamaan jihad fi sabilillah ; seperti yang baginda ketahui, aku ini seorang tunanetra, tidak bisa ikut berjihad, apakah kepadaku diberi izin tidak ikut berjihad?
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, 'Aku belum mendapat keterangan mengenai dirimu dan orang-orang yang senasib denganmu.'
Ibnu Ummi Maktum lalu menengadahkan wajahnya dan mengangkat kedua tangannya seraya berseru, 'Ya Allah, aku memohon pertimbangan-Mu mengenai pengelihatanku ini.' Lalu, turunlah ayat, 'Tidak sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunya uzur  dengan orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka…'"
Izin sudah ia peroleh dari Allah Ta'ala; apakah ia memanfaatkan izin itu? akan mengikuti pasukan Islam yang menuju ke al-Qadisiyah. Ia ingin memperoleh ganjaran seorang mujahid. Ia memohon kepada komandan perang, "Hai kekasih Allah, hai sahabat Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam , Hai pahlawan perang, serahkan bendera perang itu kepadaku. Aku seorang tunanetra, tak mungkin bisa lari. Nanti tempatkanlah aku diantara kedua pasukan yang berperang."
Menurut Qotadah, Anas bin Malik radhiallaahu 'anhu berkata: "dalam perang al-Qadisiyah, Abdullah bin Ummi Maktum memegang bendera hitam dan memakai baju besi."
Ia lalu kembali ke Madinah dan meninggal dunia di sana. Semoga Allah Ta'ala merahmatinya, aamin.
Sebab turunnya Ayat
Menurut Ibnu Abbas radhiallaahu 'anhu : "Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sedang menerima kedatangan Utbah bin Rabi'ah, Abu Jahal, dan al-Abbas bin Abdul Muththalib, pada waktu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam berusaha keras menawarkan Islam kepada mereka supaya mereka beriman, tiba-tiba datanglah seorang tunanetra yang dikenal dengan panggilan Abdullan bin Ummi Maktum. Ia minta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam supaya kepadanya dibacakan ayat-ayat Al-Qur'anul Karim, "Ya Rasulullah, ajarkan kepadaku apa yang diajarkan Allah kepadamu!".
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam lalu mengerutkan mukanya dan memalingkan pandangannya, kesal kepada omongannya. Ia lalu meneruskan pembicaraannya melayani tamu-tamunya. Sesudah pertemuan itu usai, beliau terus pergi dan keluarganya meninggalkan tempat itu, kemudian turunlah ayat, " 'Abasa warawalla" .
Sesudah ayat-ayat itu turun, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sangat menghormati Ibnu Ummi Maktum. Kalau ia datang, selalu ditanyakan," Apa keperluanmu..? Apa perlu bantuanku?" Kalau ia hendak pergi, selalulah ditanyakan," Apakah kau memerlukan sesuatu?"
Seorang miskin yang tunanetra itu datang menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam seperti biasanya ingin belajar dan memperdalam agama Allah Ta'ala. Kali ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sedang sibuk melayani beberapa tokoh Quraisy, dengan harapan kalau mereka masuk Islam maka akan meringankan tugasnya dan akan memudahkan perkembangan agama itu karena merekalah yang selalu merintangi perkembangan Islam dengan harta, kedudukan, dan wibawanya. Mereka berusaha keras menghalang-halangi orang dari agama Islam dan  menyempitkan ruang gerak dakwah dengan berbagai cara sehingga hampir tidak berkembang di Mekah. Orang-orang di luar kota Mekah sudah tentu sulit menerima agama baru yang ditentang keras oleh orang-orang yang paling dekat dengan penganjurnya itu.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menyibukkan diri dengan orang-orang itu bukan demi kepentingan pribadinya, tapi demi kepentingan pengembangan Islam dan kepentingan kaum muslimin juga. Kalau  mereka masuk Islam maka diharapkan semua rintangan yang membentang di hadapan para dai dan dakwah Islam bisa disingkirkan. Ibnu Ummi Maktum mengulang-ngulang harapannya itu sehingga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam makin kesal dan gusar karena ia telah mengganggu pembicaraannya dengan para tamunya itu. Rasa benci nampak diwajahnya dengan mengerutkan mukanya dan juga memalingkan pandangannya. Disini, Allah berfirman dengan jelas dan tegas, dan mencela sikap Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam seorang yang memiliki akhlak yang luhur. Firman-Nya,
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran lalu pengajaran itu memberi manfa'at kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. (Q.,. 'Abasa: 1-6)
Sejak itulah, kata ats-Tsauri, kalau Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melihat Ibnu Ummi Maktum datang, beliau menggelar baju luarnya seraya bersabda, "Selamat datang sahabat, yang kau dicela Tuhanku karenannya! Apa kau memerlukan sesuatu?"
Renungan
Kami ucapkan selamat kepadamu, sahabat Rasulullah, atas darmabaktimu terhadap agama Islam dan  kaum muslimin, dan dengan ganjaransurga Tuhanmu yang kau raih.
Seorang yang buta matanya, tetapi tajam matahatinya. Allah Ta'ala mengabadikan namanya dalam Al-Qur'anul Karim, sekaligus diproklamasikan berdirinya suatu negara orang-orang saleh yang berbudi luhur, suatu negara pemeluk Ilahi di muka bumi. Ia sebagai proklamasi bahwa nilai-nilai kemanusiaan dan keimanan harus ditegakkan. Hak asasi manusia untuk bersaing secara sehat dan untuk mendapatkan persamaan dan keadilan dijamin untuk merealisasikan firman-Nya, "Sesungguhnya orang-orang yang termulia di antara kalian di sisi Allah ialah yang paling bertaqwa."
Sejak saat itulah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menyambut baik kedatangan para sahabatnya yang terbilang lemah dan miskin, yang ternyata kemudian suara mereka menggema ke seluruh permukaan bumi, mengumandangkan suara perdamaian, keadilan persamaan, dan persaudaraan. Mereka pancarkan cahaya agama Alah Ta'ala untuk menghalau kegelapan dan kesesatan; mereka berusaha keras menanggulangi kebodohan dan kemiskinan; dunia menyambut kedatangan mereka sebagai pemimpin dan guru.
Segelintir orang keluar dari tengah-tengah gurun pasir yang gersang , pergi mengembara ke Timur, menerobos benteng Cina yang besar, mengembangkan agama Allah Ta'ala sampai ke pedalaman negeri itu. Mereka mengembangkan agama Allah ke India dan kepulauan-kepulauan di Lautan Teduh, lalu berhasil menerobos ke Eropa, maka bertemulah Timur dan Barat dalam pengakuan Islam. Pasukan Maslamah bin Abdul Malik berhasil menaklukan Konstantinopel di sebelah Timur, sedangkan pasukan Abdurrahman al-Ghafiqi berhasil membebaskan Iberia (Spanyol dan Portugal) dari sebelah barat, sehingga para pelaut Islam menguasai Laut Tengah sepenuhnya, memiliki dan mengawasi keamanan pulau-pulau yang ada, sehingga pelayaran antar pulau-pulai itu, Sicilia, Siprus, dan Koriska, tempat Napoleon diasingkan, berjalan dengan lancar dan aman. Salah seorang penyair menggambarkan masa jaya itu sebagai berikut.
"Dahulu, mereka hanyalah penggembala unta sebelum kebangkitannya.
 Sesudah itu, mereka penuhi alam raya ini dengan peradaban.
Apabila menara masjid di tengah negeri Cina mengumandangkan azan, Anda akan mendengarkan di negeri Maghribi suara tahlil orang shalat.".